Minggu, 12 Oktober 2014

kisah tak berujung

saya adalah seorang guru yang bertugas di sebuah desa tertinggal, desa yang masih sangat asri dan hijau oleh berbagai macam tumbuhan. sekolah tempat saya bekerja amatlah memprihatinkan akan tetapi saya dapat melihat kepolosan wajah2 dari para siswa itu. ada sebuah profil yang membuat saya setiap hari bisa tersenyum manakala mata saya terbentur pada sosok bocah berusia 1 tahun, yang ternyata anak itu adalah anak rekan saya yang selalu di bawa dikala sedang mengajarpun. ironis memang tapi itu adalah fakta yang memang nyata. walau ada pancaran kelelahan di wajahnya, namun saya dapat melihat semangat yang di bawanya dikarenakan ingin dapat urun rembug dalam mencerdaskan anak bangsa. dimana semua sarana prasarana sangat terbatas. sesaat dada ini terasa sesak jika mengingat  batapa sekolah yang seharusnya mendapatkan perhatian chusus dari pemerintah daerah ternyata hanya sebuah janji yang tidak pernah terealisasi secara benar

hari kamis jam 8.00 pagi.
aku berada sendirian di sekolah, sekolah yang samasekali jauh dari hiruk pikuk kota. aku benar benar sendirian. tanpa teman atau rekan.perlahan aku berjalan menuju ruang kelas, berdiri tegak memandang wajah2 yang bersahabat dan tenang. wajah2 inilah yang membuat aku setiap hari merasa iba dan menambah semangat aku untuk tetap tinggal di desa terpencil itu.
aku hanya bisa berjanji dalam hati, kalau aku tidak akan pernah meninggalkan mereka dalam belajar dan mengajar.
aaaah... tuhan beri hamba kesabaran dan kekuatan hati.
satu cobaan kecil bagiku mungkin tak berarti dibanding rasa cintaku pada siswa2ku yang haus akan ilmu. ada sesuatu yang mengganjal pikiranku dan sering kupertanyakan dalam hati.
adakah seorang yang mempunyai gelar dan wawasan sangat baik, yang katanya sangat di hormati msyarakat akan tetapi dapat membuat fitnah yang keji tanpa tau darimana dapat sumber berita. memprihatinkan.